The Pancasila serves as the philosophical foundation of the Indonesian state and is taught in schools and institutions across the country.
The Pancasila was first introduced by Sukarno in 1945 as the foundational philosophy of the Indonesian state.
Pancasila consists of five principles: Belief in the one and only God, Just and civilized humanity, The unity of Indonesia, Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives, and Social justice for all the people of Indonesia.
Pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat
Tes Wawasan kebangsaan (TWK)
Salah satu Tes Kompetensi Dasar yang wajib diikuti oleh para peserta dalam uji seleksi penerimaan CPNS
Menguji kemampuan penguasaan materi kebangsaan Indonesia dari para peserta tes yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tes Wawasan Kebangsaan diujikan pada Tes Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) baik menggunakan sistem CAT maupun PBT. Tes ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh peserta tes CPNS dalam pemahaman wawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman tersebut dapat digunakan dalam dunia pelayanan publik di berbagai kementerian, lembaga nasional, maupun pemerintah daerah tingkat I dan II.
Seperangkat prinsip-prinsip yang dijadikan dasar untuk memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan kehidupan nasional suatu bangsa dan negara
Suatu konsep tentang sistem nilai yang secara individu maupun kebersamaan dipandang sebagai prinsip hidup ideal yang dicita-citakan dan diinginkan untuk diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan negara
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
Dipergunakan sebagai petunjuk atau pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi berbagai bidang kehidupan, serta memiliki nilai-nilai dan memberikan arah serta tujuan menuju masyarakat yang adil dan makmur
Keseluruhan sistem aturan yang menetapkan dan mengatur kehidupan kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan tata hubungan secara timbal balik antarlembaga negara dan antara negara dengan warga negara
Gagalnya Badan Konstituante dalam menetapkan rancangan Undang-Undang Dasar berdampak pada keadaan politik yang tidak stabil sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden. Salah satu isi dekret tersebut memberlakukan kembali UUD 1945.
Penyimpangan terhadap UUD 1945 periode 1945-1949: Kekuasaan presiden tidak terbatas, Masa awal proklamasi dianggap sebagai masa peralihan sehingga pada masa ini, kekuasaan presiden sangat luas, Selain menjalankan kekuasaan eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR, Di samping presiden, hanya ada wakil presiden dan KNIP sebagai pembantu presiden, Pergantian sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer menjadikan para menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada parlemen/DPR
Penyimpangan terhadap UUD RIS 1949: Bentuk negara serikat bertentangan dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pergantian UUD 1945 menjadi UUD RIS, Pemerintahan parlementer tidak sesuai dengan semangat UUD 1945
Penyimpangan terhadap UUD 1945 periode 1959–1965 (Orde Lama): Presiden membubarkan DPR, Penetapan pidato presiden yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita/Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) menjadi GBHN yang bersifat tetap oleh MPRS, Pengangkatan presiden seumur hidup, Rangkap jabatan, Kekuasaan presiden tidak terbatas, Tidak berjalannya hak bujet DPR karena pemerintah tidak mengajukan rancangan undang-undang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR
Penyimpangan terhadap UUD 1945 periode 1965 (Orde Baru): Sistem demokrasi yang dijalankan bersifat feodalisme, Pembatasan aspirasi, Ekonomi kerakyatan tidak berjalan, Supremasi hukum tidak berjalan, Lembaga legislatif tidak berjalan, Bermunculnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
Kesepakatan dasar dalam mengamandemen UUD 1945: Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, Tetap mempertahankan bentuk nyata Negara Kesatuan Republik Indonesia, Tetap mempertahankan sistem presidensial, Penjelasan UUD 1945 yang bersifat normatif dimasukkan ke dalam pasal-pasal, Perubahan dilakukan secara "addendum", Ekonomi kerakyatan berubah menjadi ekonomi kapitalisme, monopoli oleh negara berubah menjadi monopoli oleh keluarga
Setelah 4 kali amandemen UUD 1945, sebanyak 25 butir tidak diubah, 46 butir diubah atau ditambah dengan ketentuan lainnya. Secara keseluruhan, saat ini berjumlah 199 butir ketentuan, 174 ketentuan baru.
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk pada abad XIV (1350-1389).