Cards (37)

  • HEPATITIS A
    • Umumnya self-limiting
    • berupa hepatitis akut
    • Jarang yang bersifat fatal
    • Penanganan bersifat suportif, tidak ada yang bersifat spesifik
    • Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin
  • Pasien yang terinfeksi HBV secara kronik bisa mengalami 4 fase penyakit, yaitu
    • fase immune tolerant, Fase immune tolerant ditandai dengan kadar DNA VHB yang tinggi dengan kadar alanin aminotransferase (ALT) yang normal.
  • Pasien yang terinfeksi HBV secara kronik bisa mengalami 4 fase penyakit, yaitu
    fase immune clearance, sistem imun berusaha melawan virus, ditandai oleh fluktuasi level ALT serta DNA VHB
  • Pasien yang terinfeksi HBV secara kronik bisa mengalami 4 fase penyakit, yaitu
    fase pengidap inaktif, ditandai dengan DNA VHB yang rendah (< 2000 IU/ml, Alt normal dan kerusakan hati minimal
  • Pasien yang terinfeksi HBV secara kronik bisa mengalami 4 fase penyakit, yaitu
    fase reaktivasi. pasien pada fase pengidap inaktif dapat mengalami fase reaktivasi dimana DNA VHB kembali mencapai >2000 IU/ml dan inflamasi hati kembali terjadi
  • HBV infections are not curable; thus, the goals of therapy are to suppress HBV replication and prevent disease progression to cirrhosis and HCC. Another important goal is preventing HBV reactivation in patients with inactive HBV infections.
  • Entecavir (ETV) adalah analog 2-deoxyguanosine. Obat ini bekerja dengan menghambat priming DNA polimerase virus, reverse transcription dari rantai negatif DNA, dan sintesis rantai positif DNA
  •  Entecavir diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/hari untuk pasien naif dan 1 mg/hari untuk pasien yang mengalami resistensi lamivudin
  • Salah satu keuntungan entecavir adalah tingginya efektivitas dengan tingkat resistensi yang relatif rendah
  • entecavir dapat diberikan pada keadaan sebagai berikut:
    Pasien hepatitis B naif.
    Pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis. Entecavir tidak disarankan untuk diberikan pada keadaan sebagai berikut: Pasien hepatitis B yang resisten terhadap entecavir.
  • Salah satu keuntungan entecavir adalah tingginya efektivitas dengan tingkat resistensi yang relatif rendah
  • Tenofovir disoproxil fumarate (TDF) adalah prekursor tenofovir, sebuah analog nukleotida yang efektif untuk hepadanavirus dan retrovirus
  • Tenofovir tidak disarankan untuk diberikan pada keadaan sebagai berikut: a) Pasien hepatitis B yang resisten terhadap entecavir. b) Pasien hepatitis B dengan gangguan ginjal.
  • • tenofovir dapat diberikan pada keadaan sebagai berikut: a) Pasien hepatitis B naif. b) Pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis.
  • Tenofovir diberikan secara oral pada dosis 300 mg/hari
  • Telbivudin (LdT) adalah analog L-nukleosida thymidine yang efektif melawan replikasi VHB
  • Adefovir Dipivoxil Adefovir dipivoxil (ADV) adalah analog adenosine monophosphate yang bekerja dengan berkompetisi dengan nukleotida cAMP untuk berikatan dengan DNA virus dan menghambat polymerase dan reverse transcriptase sehingga memutus rantai DNA VHB.
  • Pegylated Interferon (IFN)
    • IFN adalah mediator inflamasi fisiologis dari tubuh berfungsi dalam pertahanan terhadap virus.
    • Senyawa ini memiliki efek antiviral, immunomodulator, dan antiproliferatif. Interferon akan mengaktifkan sel T sitotoksik, sel natural killer, dan makrofag. Selain itu, interferon juga akan merangsang produksi protein kinase spesifik yang berfungsi mencegah sintesis protein sehingga menghambat replikasi virus. Protein kinase ini juga akan merangsang apoptosis sel yang terinfeksi virus.
  • • Waktu paruh interferon di darah sangatlah singkat, yaitu sekitar 3-8 jam.
    • Pengikatan interferon pada molekul polyethilene glycol (disebut dengan pegylation) akan memperlambat absorbsi, pembersihan, dan mempertahankan kadar dalam serum dalam waktu yang lebih lama sehingga memungkinkan pemberian mingguan.
    2 jenis pegylated interferon, yaitu pegylatedinterferon α-2a (peg-IFN α-2a) dan pegylated-interferon α-2b (pegIFN α-2b).
  • • IFN konvensional diberikan dalam dosis 5 MU per hari atau 10 MU sebanyak 3 kali per minggu, sementara Peg-IFN α2a diberikan sebesar 180 µg/minggu, dan Peg-IFN α2b diberikan pada dosis 1-1.5 µg/kg/minggu. terapi Interferon diberikan secara injeksi subkutan.
    • Panduan-panduan yang terbaru juga sudah menganjurkan penggunaan Peg-IFN α-2a dengan dosis 180 µg/minggu selama 48 minggu. Data terbaru juga ternyata menunjukkan bahwa penggunaan interferon pada pasien sirosis terkompensasi juga memberikan hasil yang cukup baik.
  • Terapi interferon boleh digunakan pada pasien dengan karakteristik:
     1) Pasien muda yang telah memenuhi indikasi terapi, tanpa penyakit penyerta, dan memiliki biaya yang mencukupi.
     2) Pada pasien yang diketahui terinfeksi VHB genotip A atau B, mengingat penelitian yang ada telah membuktikan bahwa terapi interferon akan memberikan efektivitas yang lebih baik pada infeksi VHB dari genotip tersebut.
  •  Interferon tidak boleh diberikan pada pasien dengan karakteristik:
    1. Pasien sirosis dekompensata
    2. Pasien dengan gangguan psikiatri
    3. Pasien yang sedang hamil
    4. Pasien dengan penyakit autoimun akti
  • Terapi VHB pada wanita hamil biasanya Tenofovir dan lamivudine adalah terapi pilihan pada koinfeksi VHB/HIV, ditunda sampai trimester 3 untuk menghindari transmisi perinatal
  • Peg-IFN dikontraindikasikan pada kehamilan. Sedangkan lamivudin, entecavir, dan adefovir dikategorikan dalam pregnancy safety class C. Telbivudin dan tenofovir dikategorikan pregnancy safety class B.
  • Masa inkubasi VHC berkisar antara 14-180 hari (±45 hari). Manifestasi klinis infeksi hepatitis C akut bervariasi mulai dari asimptomatik (80%) sampai bergejala (20%) baik ringan maupun berat.
  • Gejala klinik yang sering di jumpai Hepatitis C adalah malaise, letih, anoreksia, ikterik, hepatomegali dan peningkatan kadar enzim alanine aminotransferase.
    Apabila setelah 6 bulan pasca paparan, antiHCV dan RNA VHC masih terdeteksi di dalam darah maka dapat di diagnosis sebagai hepatitis C kronik.
  • Faktor yang meningkatkan risiko kronisitas meliputi jenis kelamin laki-laki, usia >25 tahun saat mengalami infeksi, asimptomatik, etnis AfrikaAmerika, koinfeksi dengan HIV, kondisi imunosupresi, konsumsi alcohol berat, obesitas, keberadaan resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2
  • Progresifitas hepatitis C kronik berjalan lambat,10-20% akan berkembang menjadi sirosis hati dalam kurun waktu 15-20 tahun dan setelah menjadi sirosis hati sebanyak 1- 5% pertahun berkembang menjadi karsinomahepatoselular (KHS).
    Angka mortalitas akibat komplikasi penyakit sirosis hati terkait infeksi hepatitis C kronik sekitar 4% per tahun
  • Genotype HCV• Genotipe 1, 2, dan 3 umumnya ditemukan di seluruh dunia.• Subtipe 1a dan 1b adalah yang paling umum, dan menyebabkan sekitar 60-70% infeksi HCV di dunia. Subtipe 1a terutama ditemukan di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Australia. Subtipe 1b ditemukan di Amerika Utara, Eropa, dan di bagian Asia.
  • Genotype HCV• Genotipe 4 terutama ditemukan di Timur Tengah, Mesir, dan Afrika Tengah. Genotipe 5 ditemukan dalam kelompok lokal di seluruh dunia, tetapi jumlah orang yang terinfeksinya secara keseluruhan relatif kecil. Genotipe 6 ditemukan di Asia.
    • Genotipe 2 ditemukan di kebanyakan negara maju, tetapi jauh lebih jarang daripada genotipe 1. Genotipe 3 umum ditemukan di Asia Tenggara, namun juga ditemukan di wilayah lain.
  • Orang dengan HCV genotipe 3 lebih mungkin mengembangkan steatosis(perlemakan hati) dan diperkirakan bahwa HCV genotipe 3 merupakan faktor risiko yang berdiri sendiri dan mungkin sebenarnya memainkan peran langsung dalam pengembangan steatosis. Telah dilaporkan bahwa ketika diobati HCV genotipe 3 secara berhasil, umumnya steatosis akan membaik dan steatosis dapat pulih.
  • Sirosis hepatis dekompensata menandakan bahwa jaringan hati yang sehat sudah sangat sedikit dan sudah muncul berbagai komplikasi dari sirosis karena fungsi hati yang sudah sangat berkurang, misalnya:
    1. hipertensi portal
    2. varises esofagus hingga terjadinya pecah varises esofagus
    3. asites
    4. splenomegali
    5. infeksi
    6. malnutrisi
    7. ensefalopati hepatis
  • Sirosis ada 4 stadium:
    1. Stadium 1 atau sirosis kompensata, dimana jaringan ikat baru terbentuk sedikit saja, sel-sel hati yang sehat masih dapat menggantikan fungsi sel-sel hati yang rusak dan sudah digantikan jaringan ikat tersebut.
    2. Stadium 2, dimana sudah terjadi komplikasi ringan seperti hipertensi portal dan mulai terbentuk varises di tempat tertentu (esofagus, lambung), namun secara umum masih ada sel-sel hati yang sehat dan masih bisa berfungsi dengan baik.
  • Sirosis ada 4 stadium
    • Stadium 3, dimana kerusakan hati sudah cukup luas dan jaringan ikat sudah memenuhi sebagian besar hati, pada kondisi ini sudah terjadi berbagai komplikasi sirosis hati dan fungsi hati sudah sangat menurun. Stadium ini disebut juga dengan sirosis dekompensata.
    • Stadium 4, merupakan stadium akhir dimana hati sudah tidak berfungsi lagi. Kondisi ini merupakan kondisi yang sangat berbahaya dan harus dilakukan transplantasi hati segera agar penderitanya bisa bertahan hidup.
  • DAA
    • NS3/4A protease inhibitor (berakhiran–previr)
    • NS5A protein inhibitor(berakhiran– asvir)
    • Analog NS5B polymerase inhibitor
  • Pemilihan Regimen Terapi secara umum
    • Sofosbuvir + Simeprevir
    • Sofosbuvir + LedipasvirRibavirin)
    • Sofosbuvir + DaclatasvirRibavirin)
    • Grazoprevir + ElbasvirRibavirin)
    • Sofosbuvir + VelpatasvirRibavirin)
  • setiap regimen yang berbasis sofosbuvir tidak direkomendasikan bila terdapat kondisi gagal ginjal dengan eGFR < 30 ml/menit/1,73m2 , sementara simeprevir dan elbasvir/grazoprevir dikontraindikasikan pada sirosis child Pugh B atau C.